28 Elemen Organisasi Keagamaan Sumut Unjukrasa ke DPRDSU dan Kantor Gubsu
Ibu-Ibu (SIB)
AKSI DAMAI: Ibu-ibu yang tergabung dalam Komunitas Perduli Pluralisme melakukan aksi damai di Kantor Gubsu Jalan P Diponegoro Medan, Senin (20/9). Mereka menyampaikan pernyataan sikap tentang ancaman terhadap kebebasan memeluk agama dan menjalankan ibadah adalah pengingkaran terhadap Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Tuntut Segera Cabut SKB 2 Menteri dan Tangkap Pelaku Peristiwa Bekasi
Medan (SIB)
Massa dari 28 eleman atau organisasi keagamaan di Sumut yang tergabung dalam Komunitas Peduli Pluralisme unjuk rasa ke DPRD Sumut, Senin (20/9) menuntut pemerintah segera mencabut SKB (Surat Keputusan Bersama) 2 Menteri Agama No 9 tahun 2006 dan Mendagri No 8 tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah dan kebebasan beragama, serta tangkap pelaku peristiwa kekerasan terhadap pendeta di Bekasi.
Adapun ke 28 elemen organisasi keagamaan itu, di antaranya, Aliansi Sumut Bersatu, GKPS, Layar, GKPI, Letare, Komunitas Membangun Damai, Pesada, HKI, KSPPM, jarak Perempuan Sumut, Hapsari, Bitra Indonesia, Jaringan Islam Kampus, ISCO Medan, Perkumpulan Peduli, Rumah Kita, Mahasiswa STT HKBP, SPUK Dairi dan Pakpak Bharat, KPI Cabang Dairi, GBKP, GKKPD, KIPPAS dan Paguyuban Diskriminasi menyampaikan penolakannya terhadap pengekangan kebebasan beragama.
Dalam orasinya di tangga gedung dewan, massa Komunitas Peduli Pluralisme menyebutkan, kebebasan kaum minoritas masih mahal dirasakan, terbukti hingga saat ini kebebasan dalam beragama bagi kaum minoritas masih dibatasi dan sistem pemerintahan masih memandang suku, agama dan ras, karena adanya sentrisme dalam mengisi struktur pemerintahan.
Karena itu, demi mempertahankan pluralisme dan keutuhan NKRI, pemerintah segera mencabut SKB 2 menteri tentang kebebasan beragama, realisasikan PP tentang pendirian tempat ibadah, pemerintah pusat jangan lagi menunjukkan sikap cinta pluralisme, mengecam sikap pemerintah menjadikan agama sebagai simbol kekuasaan, serta menindak tegas ormas-ormas yang melakukan intervensi mengatasnamakan agama terhadap agama lainnya.
Melalui aksinya, pengunjukrasa dari komunitas peduli pluralisme menuntut aparat keamanan segera menangkap pelaku peristiwa berdarah menimpa pendeta dan penetua HKBP Pondok Timur Indah Bekasi merupakan akumulasi dari tindakan pelarangan terhadap kebebasan memeluk agama di Indonesia.
Menurut mereka, peristiwa Bekasi itu menunjukkan negara dan aparat penegak hukum tidak berdaya terhadap tindakan dilakukan kelompok-kelompok radikal yang mengutamakan kekerasan dalam menyikapi berbagai perbedaan, serta bentuk pengingkaran terhadap Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Dari tindakan itu, pemerintah dituntut harus memberikan jaminan keamanan terhadap rakyat Indonesia untuk bebas memeluk agama dan menjalankan ibadahnya sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 29. Aparat penegak hukum menindak tegas dan memberikan sanksi maksimal terhadap pelaku-pelaku kekerasan.
Aksi tersebut diterima anggota DPRD Sumut Mulkan Ritonga, Biller Pasaribu, Richard M Lingga, SE, Evi Diana, Helmiati, Brilian Mohtar, SE dan Syamsul Hilal, Ir Tonies Sianturi dan mendukung aspirasi yang disampaikan masyarakat dari berbagai elemen agama dan ormas menuntut kebebasan beragama.
Biller Pasaribu berharap keinginan maupun tuntutan masyarakat bisa terwujud sesuai konstitusi dan institusi yang ada di negara ini, karena persoalan yang terjadi bukan persoalan pertengkaran atau pertentangan antar-agama, karena semua tokoh agama sudah angkat bicara terhadap persoalan yang muncul kepermukaan.
“Demikian halnya masalah kekerasan di Bekasi sudah jadi perhatian Fraksi Golkar dan akan dibicarakan dalam rapat internal fraksi,” ujar Biller seraya mengajak umat beragama di Sumut bersatu padu agar persoalan tersebut diselesaikan dengan baik dan tidak terulang lagi ke depan.
Hal serupa juga diharapkan Tonies Sianturi dan Syamsul Hilal agar peristiwa Bekasi segera dituntaskan. Semua pernyataan masyarakat akan kita dukung demi menjaga kebebasan umat beragama. “Peritiwa Bekasi harusnya dapat diselesaikan aparat kepolisian sesegera mungkin. Dengan masih terjadinya kekerasan, teror dan intimidasi dalam kebebasan beragama menunjukkan SBY gagal jadi pemimpin negara ini,” ujar Hilal.
Syamsul Hilal juga menyebutkan, SKB 2 menteri sudah layak ditinjau kembali. “Apa guna jadi menteri agama kalau rakyatnya tidak memiliki kebebasan beragama,” ujarnya.
Ratusan Massa Komunitas Peduli Pluralisme juga Aksi Damai ke Kantor Gubsu
Ratusan massa yang tergabung dalam Komunitas Peduli Pluralisme, Senin (20/9) melakukan aksi damai di Kantor Gubsu menuntut pemerintah segera mencabut SKB 2 menteri tentang Pendirian Rumah Ibadah.
Menurut para pengunjukrasa, keberagaman suku, agama, kepercayaan merupakan kekayaan dan kebanggaan bangsa Indonesia dan diakui bangsa-bangsa di dunia. Peristiwa berdarah yang terjadi terhadap Pendeta dan Penatua HKBP Pondok Timur Indah Bekasi merupakan akumulasi dari tindakan pelarangan terhadap kebebasan memeluk agama di Indonesia.
Dengan menggunakan pakaian etnis masing-masing, pengunjukrasa juga menyatakan, pemerintah harus memberikan jaminan keamanan terhadap seluruh masyarakat Indonesia untuk bebas memeluk agama dan menjalankan ibadahnya sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 29. Aparat penegak hukum menindak tegas dan memberikan sanksi maksimal terhadap pelaku-pelaku kekerasan yang mengancam kebebasan memeluk agama dan menjalankan ibadah dan mengajak semua elemen masyarakat untuk menolak berbagai bentuk tindak kekerasan yang mengancam kebebasan memeluk agama dan menjalankan ibadah sebagai bentuk penghormatan terhadap Pancasila dan meneguhkan kebhinekaan.
Fobedi
Sementara itu, di tempat yang sama Fobedi (Forum Belajar Diskusi) juga melakukan aksi yang sama menyatakan, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika pemersatu bangsa. Mereka melihat fenomena berbahaya dalam hidup berbangsa dan bernegara dengan kasus intimidasi, kekerasan dan penganiayaan kepada jemaat HKBP Bekasi dan mengarah pada benturan-benturan antar umat beragama.
Fobedi mengajak semua elemen kembali kepada pedoman pemersatu yaitu Pancasila, menghormati kebhinekaan, tidak terprovokasi dengan siapapun yang berniat merusak kerukunan umat beragama, mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan setiap masalah, menjaga hubungan yang harmonis antar umat beragama dengan hati nurani serta pikiran yang sehat.
Tidak melakukan tindakan intimidasi, kekerasan, atau bentuk apapun yang merugikan agama lain dan jika ada ajaran agama yang dicurigai menyimpang dan menyesatkan, agar melaporkan kepada Polisi dan jangan main hakim sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar